DEPOK – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja mendesak komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, transparan mengelola data dan komunikasi antarlembaga penyelenggara pemilu.
Seiring derasnya gelombang kritik yang ditujukan kepada KPU RI, Rahmat berharap, KPU menjelaskan secara terbuka kebijakan terkait penyelengaraan Pemilu kepada para peserta Pemilu dan masyarakat luas.
“Namanya komunikasi, itu kan menginginkan transparansi. Misalnya, kami nggak bisa tahu jika ada calon legislatif yang bermasalah ijazahnya. Baru kemudian kalau ada masalah di masyarakat, kami meminta KPU membuka data kepada kami. Ini jelas, Bawaslu tidak berhak mengawasi Sistem Informasi Pencalonan DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota,” kata Bagja usai menghadiri seminar Kebijakan Publik, dalam rangka Dies Natalis ke-56 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) di Kampus UI Depok, Jawa Barat, Kamis (22/2/2024).
Bagja mengatakan, aplikasi Sirekap yang bermasalah, seharusnya KPU menjelaskan kepada publik pemberlakuan dan persoalan yang dihadapi sistem itu.
Ia mengaku, Bawaslu telah meminta pemberhentian sementara untuk mengkonversi gambar menjadi teks.
“KPU harus terus-menerus menjelaskan kepada publik, bagaimana sistem informasi itu berlaku, kenapa ada kebijakan A dan kebijakan B. Dan, kami sudah meminta pemberhentian sementara konversi gambar ke teks. Kita fokus pada rekapitulasi berjenjang tapi dengan catatan, Formulir C Hasil harus diunggah ke Sirekap,” jelasnya.
Sementara itu, perihal rekapitulasi berjenjang, Bagja mengingatkan semua pihak agar mencermati dan mengawasi rekapitulasi di tingkat kecamatan. Sebab, menurutnya pada tahapan ini, rekapitulasi berjalan berdasarkan sinkronisasi antara foto dan hasil konversi suara melalui aplikasi Sirekap.
Selain itu, pada rekapitulasi di tingkat kecamatan, anggota PPK akan membuka kotak suara dan mengeluarkan Formulir C Hasil dari TPS. Data pada formulir itu, kemudian akan dicocokkan dengan data di Sirekap.