Jakarta – Bila selama Pemilu 2024 partai-partai politik terpolarisasi menjadi tiga, peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro meyakini konstelasi tersebut akan berubah setelah hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Terlebih setelah sekarang muncul wacana hak angket. Dua partai yang menjadi sorotannya adalah dua anggota Koalisi Perubahan, yaitu Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Bawono memprediksi kedua partai ini akan bersikap pragmatis untuk mengamankan posisi dalam kabinet mendatang, daripada ikut terlibat dalam pertarungan panas mendorong hak angket di DPR RI. Dilihat dari rekam jejaknya, Nasdem dan PKB memang kerap merapat ke pemerintah ketimbang menjadi penyeimbang melalui legislatif.
“Bagi partai-partai ini, terutama Partai Nasdem dan PKB yang sama-sama belum pernah memiliki sejarah sebagai kekuatan oposisi, sebagai partai di luar pemerintahan, tentu mereka akan lebih berpikir panjang setelah nanti real count KPU diumumkan pada Maret mendatang. Kalau hasil real count tersebut mirip dengan temuan quick count lembaga-lembaga survei kredibel saat ini yang menunjukkan pasangan 02 (Prabowo-Gibran) unggul dan menang satu putaran, tentu keduanya partai tersebut akan lebih berpikir kepada hal-hal strategis,” jelasnya.
Calon presiden nomor urut 03 Ganjar Pranowo menjadi orang pertama yang mewacanakan penggunaan hak angket guna menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024. Soal dugaan kecurangan itu, kata Ganjar, harus diusut oleh oleh DPR dengan memanggil seluruh penyelenggara Pemilu sebagai wujud fungsi kendali dan pengawasan. Sebab bila tidak, berarti DPR tidak menjalankan fungsi lembaga.
Wacana hak angket itu pun langsung mendapat dukungan dari cawapres nomor urut 01 Anies Baswedan. Bahkan Anies mengklaim ketiga partai Koalisi Perubahan – Nasdem, PKB, PKS – sudah membahas hal yang sama.