Abuja – Perekonomian Nigeria dalam beberapa tahun terakhir berada dalam zona merah. Akibatnya tingkat inflasi terus naik, sementara nilai tukar mata uangnya kian melemah. Laporan CNBC pada minggu ketiga Februari 2024 menyatakan naira, mata uang Nigeria, mengalami penurunan nilai sebesar 70 persen sejak bulan Mei 2023. Hal ini menyebabkan tingkat inflasi nyaris menyentuh angka 30 persen. Tinggginya tingkat inflasi menyebabkan harga pangan mengalami kenaikan sebesar 35,4 persen.
Dari data di lapangan, inflasi di Nigeria saat ini mencapai 29,9%. Tingginya inflasi ini dikarenakan lonjakan harga bahan pangan sebesar 35,4%. Situasi ini menyulut aksi protes dari masyarakat selama beberapa hari terakhir. Mereka meminta pemerintah segera membenahi tata kelola perekonomian dan keuangan negara, sebelum semuanya bertambah buruk.
“Nilai tukar yang melemah memicu peningkatan inflasi, yang akan memperburuk tekanan harga di Nigeria,” tutur Pieter Scribante, ekonom senior di Oxford Economics.
Selain permasalahan inflasi dan penurunan nilai mata uang yang tajam, pemerintah Nigeria diperhadapkan pada kewajiban membayar hutang luar negeri yang segera jatuh tempo. Nilainya lumayan besar. Dari dalam negeri, tingginya tingkat pengangguran, defisit listrik, serta menurunnya jumlah produksi minyak kian memperburuk situasi.
Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu mengumumkan bahwa pemerintah sedang mengupayakan solusi terbaik. Salah satunya melalui pemangkasan pos-pos pengeluaran negara. Pemerintah menargetkan mendapat dana segar sekitar US$10 miliar guna meningkatkan likuiditas valuta asing dan menstabilkan mata uang. Sedangkan dari penghapusan beberapa jenis subsidi barang dan jasa, diharapkan terkumpul dana sekitar US$666,4 juta. Nantinya dana tersebut akan diinvestasikan di sektor infrastruktur.