Jakarta – Indonesia telah selesai menggelar Pemilu pada 14 Februari 2024 kemarin. Dari hasil hitung cepat (quick count), pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo-Gibran berhasil meraih suara terbanyak. Namun demikian, KPU saat ini masih melakukan penghitungan secara manual, sedangkan Bawaslu sedang memastikan apakah proses pemungutan suara di lapangan berlangsung sesuai aturan yang berlaku.
Saat ini KPU dan Bawaslu memang menerima ada banyak laporan dugaan pelanggaran yang terjadi. Bila nantinya pelanggaran-pelanggaran tersebut terbukti mempengaruhi hasil akhir secara signifikan, maka sanksi pasti akan dijatuhkan dengan konsekuensi terberat adalah pasangan Prabowo-Gibran didiskualifikasi.
“Kalau tim AMIN (pasangan Anies-Muhaimin) bisa membuktikan kecurangan terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, tidak saja (akan terjadi) dua putaran. Tetap sih dua putaran, tapi hanya antara AMIN dan Ganjar-Mahfud,” jelas Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.
Kecurangan terstruktur berarti terjadi dengan melibatkan struktur kekuasaan. Sistematis adalah kecurangan terjadi secara terpola dan terencana. Sedangkan masif yaitu kecurangan terjadi di semua tempat.
Karena itu, Refly meminta para relawan dan pendukung AMIN untuk tidak pasrah dan putus asa atas adanya hasil hitung cepat berbagai lembaga survei yang menunjukkan pasangan Prabowo-Gibran mendapat suara di atas 50 persen. Tidak hanya menunggu hasil pengumunan resmi dari KPU yang menghitung suara secara manual, dia juga meminta pendukung AMIN untuk aktif mengawal suara Anies-Muhaimin.
“Yang harus kita lakukan sekarang adalah menjaga proses penghitungan suara dan tetap menginput. Jadi mereka yang memotret C1 (formulir yang memuat hasil penghitungan suara di TPS), terus melakukan input di (website) kawalpemilu.org dan (di aplikasi) Warga Jaga Suara 2024 di play store,” tandasnya.