Jakarta – Deputi Politik Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Andi Widjajanto mengatakan, hasil hitung cepat (quick count) Pilpres 2024, yang sarat keanehan dan berbagai laporan kecurangan penggelembungan suara untuk pasangan calon (Paslon) nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Andi khawatir situasi memprihatinkan itu akan memicu terjadinya permasalahan pada hasil Pemilu 2024 dan menimbulkan guncangan politik, karena hasil quick count yang sangat anomali ditambah indikasi kecurangan pada sistem perhitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“TPN Ganjar-Mahfud bersama PDI Perjuangan dan partai pengusung lainnya akan membentuk tim khusus untuk menyelidiki setiap proses dari hulu ke hilir,” kata Andi.
Andi menjelaskan, tujuan dari pembentukan tim khusus ini untuk memastikan bahwa Pemilu 2024 berjalan demokratis dan siapapun yang menjadi pemenang, baik pemilu presiden maupun pemilu legislatif, akan menjadi pemenang yang legitimasinya kuat.
“Ya, jangan sampai nanti hasil pemilunya akan selalu terus-menerus dipermasalahkan sehingga akan selalu muncul guncangan-guncangan politik selama 5 tahun ke depan,” ujar Andi.
Menurut dia, seluruh pihak harus mengawal hasil perhitungan suara Pemilu 2024 agar berjalan secara konstiutusional sesuai mandat dari pasal 22 (e) UUD 1945.
Jika tidak, lanjut Andi, maka Indonesia akan diperhadapkan dengan kondisi pemilu di masa Orde Baru (Orba) di mana setiap pemilu semua sudah tahu siapa yang menjadi presiden, siapa yang menjadi partai pemenang, dan akan terus terjadi protes dari masyarakat yang menginginkan tegaknya demokrasi yang diperjuangan sehingga terjadi reformasi.
“Kita harus memastikan mandat dari pasal 22 (2) UUD itu dilaksanakan dalam Pemilu 2024, kalau tidak kita akan berhadapan lagi dengan kondisi Orba di mana kita tahu siapa yang menang, kita tahu siapa yang menjadi presiden, tapi kemudian sekam politiknya menyala terus-menerus menunggu trigger-triggernya, itu yang tidak kami inginkan,” ungkap Andi.
Mengumpulkan Bukti
Dia menegaskan, tim khusus yang dibentuk TPN dan partai pengusun Ganjar-Mahfud akan mengumpulkan bukti-bukti kecurangan dari awal hingga akhir pelaksanaan Pemilu 2024.
Jika terbukti ada kecurangan, langkah selanjutnya yang akan dilakukan adalah menempuh koridor pertama, yaki menunggu sampai penetapan suara hasil perhitungan manual di KPU di akhir Maret 2024.
Selanjutnya, akan ditempuh koridor kedua, yakni proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK), di mana semua paslon dan semua partai politik memiliki hak untuk menggugat hasil pemilu atau menyelesaikan sengketa pemilu.
Koridor ketiga yang dapat ditempuh adalah melalui parlemen di mana anggota DPR dari partai pendukung paslon 1 dan paslon 3 dapat saja dilakukan dengan memanggil penyelenggara pemilu dan bisa memakai hak angket untuk meminta pertanggung-jawaban penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU maupun Bawaslu.
“Melalui jalur parlemen dengan asumsi partai pendukung 3 dan paslon 1 kemudian bergabung untuk konkretisasi dari perlawanan politik yang dikerjakan, melalui komisi yang ada bisa memanggil penyelenggara Pemilu kemudian di situ mempertanyakan kerja mereka untuk mengungkap apakah sudah sesuai dengan undang-undang pemilu atau tidak. Tentunya tujuannya agar kita bisa melakukan pembelajaran, sehingga kegelisahan tentang gelapnya demokrasi di 2024 ini bisa diperbaiki,” tutur mantan Gubernur Lemhanas itu.
Andi mengungkapkan, ada koridor lain yang justru bukan dari parpol atau tim pemenangan paslon, melainkan dari kekuatan masyarakat sipil, baik kalangan mahasiswa maupun aktivis, yang kritis menyikapi anomali dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Sekarang sudah terjadi, kalangan kampus yang bergerak karena sudah menangkap ada anomali-anomali dalam Pemilu 2024, yang membuat kalangan perguruan tinggi bersuara bahwa kita harus bangun kembali menjaga demokrasi kita di tahun 2024 ini,” ujar Andi.
Dia menambahkan, perlawanan politik tersebut bukan hanya untuk menjaga demokrasi tetapi untuk memastikan bahwa hasil pemilu 2024 kuat legitimasinya, sehingga pemerintahan yang terbentuk akan stabil untuk 5 tahun ke depan.
“Kami ingin siapapun yang menjadi pemenang pemilu presiden, siapapun yang menjadi pemenang di parlemen, bisa meyakinkan kita semua bahwa mereka yang duduk di istana dan mereka yang duduk di DPR karena hasil pemilunya legitimasinya kuat,” ungkap Andi.