Jakarta – Laporan United Nations Environment Programme (UNEP) yang berjudul Food Waste Index 2021 menyatakan total sampah makanan di Indonesia mencapai 20,93 juta ton per tahun. Angka tersebut menjadikan Indonesia negara keempat di dunia dengan jumlah sampah makanan terbanyak, di bawah China, India, dan Nigeria.
Angka yang disajikan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) malah lebih tinggi. Selama kurun waktu dua dekade dari tahun 2000 – 2019, Indonesia telah membuang sampah makanan mencapai 23-48 juta ton per tahun.
Bappenas mendapatkan angka-angka tersebut dari hasil perkalian antara volume timbulan sampah makanan di setiap tahap rantai pasok dengan harga komoditas pangan yang terbuang. Namun karena keterbatasan data, Bappenas hanya menghitung harga 88 komoditas di tahap food loss dan 64 komoditas di tahap food waste, sementara total komoditas pangan nasional mencapai 146 komoditas. Berarti angka kerugian ekonomi ini sebenarnya lebih besar lagi.
Berdasarkan data di atas, jelas bahwa tahap konsumsi menjadi penyumbang terbesar darurat sampah makanan di RI. Tahap konsumsi ini berkaitan dengan perilaku orang-orang yang masih sering menyisakan makanan. Bahkan banyak yang menganggap perilaku tersebut sepele. Padahal, waktu kecil kita diajarkan untuk tidak membuang-buang makanan.
Proses pengiriman produk dari petani ke konsumen juga berkontribusi pada banyaknya sampah makanan. Sebagai contoh, untuk petani buah-buahan dan sayur akan terkendala jarak dan waktu. Jauhnya jarak pengantaran membuat waktu tempuh lebih lama, produk pertanian pun rentan jadi busuk sebelum diterima konsumen. Imbasnya, harga jual menurun.
Di sisi lain, industri pengolahan makanan saat ini tampaknya belum bisa mengolah secara optimal. Sebagai contoh, jika sedang terjadi kelebihan pasokan cabai, harusnya bisa diolah menjadi cabai kering yang bisa disimpan lebih lama. Namun karena masyarakat lebih menyukai makanan segar, produk olahan yang tahan lama malah jadi kurang diminati.
Hal ini juga sempat terjadi penjualan daging sapi yang tidak lau pada 2016 silam. Pada waktu itu, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menyatakan daging sapi beku milik pemerintah kurang diminati oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah selera konsumen di Indonesia secara umum tidak terbiasa dengan daging beku, tetapi lebih suka daging sapi segar.