Jakarta – Slogan empat sehat lima sempurna dulu digaungkan pemerintah sebagai sarana peningkatan kualitas gizi pangan masyarakat. Dalam slogan itu disebutkan bahwa menu makanan yang baik meliputi nasi, lauk pauk, sayuran, dan buah. Jika ingin sempurna, maka menu harus ditambahkan susu. Tak heran kalau kemudian susu dianggap super food. Seolah semua masalah gizi akan terselesaikan dengan mengkonsumsi susu. Bahkan stunting pun diangggap bakal selesai dengan pemberian susu pada anak-anak.
Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) Agus Warsito justru tidak yakin susu yang banyak beredar di pasaran bisa mengatasi masalah stunting. Pasalnya, susu yang banyak diklaim sebagai susu segar cair di Indonesia, sejatinya banyak yang berasal dari susu skim impor yang dicairkan di Indonesia lalu ditambahkan air.
“Kita senang saja bersaing kalau yang diimpor susu segar cair. Tapi yang terjadi, susu impor itu susu skim. Rakyat kita selama ini dijejali dengan produk susu skim bubuk,” beber Agus seperti dikutip dari Kompas pada hari Minggu (11/2).
Impor susu dalam bentuk skim sangat beralasan, karena dalam susu bubuk memudahkan dalam pengiriman. Namun susu dalam bentuk kering tentunya mengorbankan kualitas, karena kandungan nutrisinya tinggal 40-45 persen saja,” tambahnya.
Dominannya campuran air pada kemasan susu cair bisa dibuktikan dari label komposisi yang ada pada kemasan susu yang dijual di pasaran. Agus secara blak-blakan menyebut, banyak susu UHT (ultra high temperature) kemasan yang dijual di Indonesia komposisinya malah lebih dominan airnya dibanding susunya.
“Makanya anak-anak penduduk Indonesia konsumsi susunya setiap tahun naik, tapi pertumbuhan badannya tidak maksimal. Konsumsi susu per kapita orang Indonesia memang sudah 16-17 liter per tahun. Tapi ingat, itu bukan susu segar,” pungkasnya.