Surakarta – Forum Mahasiswa Solo Raya menyatakan sikap untuk mendorong pelaksanaan demokrasi dengan memegang teguh etika dan norma hukum yang berbasis pada Pancasila dan UUD 1945. Hukum bukan hanya sekadar teks, melainkan juga mencakup nilai dan prinsip yang harus dijalankan dengan konsistensi.
“Kami mendesak Presiden dan elit politik harus menjadi teladan dalam patuh terhadap hukum dan etika, bukan malah menjadi contoh melanggar etika dengan pernyataan yang tidak sesuai dengan realitas,” kata Koordinator FMN Solo Raya Rikmadenda Arya Mustika.
Forum ini juga mendesak negara, pemerintah, dan aparat berperan sebagai pengayom, penjaga, dan fasilitator demokrasi yang berintegritas, menjaga jarak yang seimbang dengan kontestan pemilu.
Dalam konteks pemilihan umum calon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia 2024, pemuda-mahasiswa Indonesia menyerukan agar semua pasangan calon berkomitmen dengan perjuangan pendidikan dan rakyat.
“Siapapun pasangan yang berkuasa kelak, harus menghentikan kebijakan liberalisasi, komersialisasi, dan privatisasi pendidikan pada pemerintahan rezim jokowi. Wujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi kepada rakyat,” tegas Ketua GMNI Surakarta Deana Sari.
Pernyataan sikap itu dikeluarkan usai disksui yang digelar Solo Melawan Politik Amoral (SEMPAL) bersama Forum Mahasiswa Solo Raya yang terdiri dari Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Solo Raya, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Surakarta, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sukoharjo, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS dan Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah (IMM) Jawa Tengah. Diskusi bertajuk ‘Menyelamatkan Demokrasi Indonesia dan Bedah Buku: Kronik Penculikan Aktivis 1998 dan Kekerasan Negara’ di kawasan Pabelan, Surakarta.
Enam pembicara hadir sebagai pemantik diskusi dihadiri dua ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Solo Raya yakni Koordinator FMN Solo Raya Rikmadenda Arya Mustika, Ketua GMNI Surakarta Deana Sari, Presiden BEM UNS Agung Lucky Pradita, Ketua Umum HMI Sukoharjo Fierdha Abdullah Ali, Aktivis IMM Jawa Tengah M. Adam Ilham Mizani serta pembacaan puisi oleh Fitri Nganthi Wani, anak Wiji Thukul, aktivis yang hilang diculik pada tahun 1998.
Melalui buku ‘Kronik Penculikan Aktivis dan Kekerasan Negara’ yang banyak menampilkan klipingan koran pada tahun 1998, mahasiswa masa kini bisa mengetahui peristiwa kekerasan negara pada tahun 1998 dengan terjadinya peristiwa penculikan aktivis yang dilakukan Satgas Mawar atas perintah Prabowo Subianto selaku Danjen Kopassus kala itu.
Dalam testimoni korban penculikan yang selamat, semua mengalami penyiksaan. Selain mereka yang selamat, masih ada 13 orang hilang yang hingga saat ini, setelah 25 tahun tak pernah kembali. Dalam keputusan Sidang Dewan Kehormatan Perwira dengan Ketua Jenderal Subagyo HS, Prabowo dinyatakan bersalah dan dipecat dari jabatan dan karir di militer.
“Buku Kronik Penculikan aktivis cukup lengkap dalam memberikan alur sejarah secara kronologis melalui kliping dari berbagai media massa dalam menjelaskan kepada Gen-Z bahwa utang penegakan hukum dalam demokrasi yang sebenarnya belum terpenuhi, yakni mengadili pelanggar HAM,” kata para narasumber diskusi.
Di sela-sela diskusi, Fitri Nganthi Wani membacakan tiga buah puisinya yang diambil dari buku kumpulan puisi ‘Selepas Bapakku Hilang’ sebagai beban berat anak yang harus kehilangan bapaknya saat masih kecil dan tidak pernah ketemu hingga sekarang.
Puisi Fitri Nganthi Wani mampu menjadi ‘sihir’ bagi seluruh peserta, semua terdiam, ada juga yang menangis terbawa situasi apa yang dirasakan Fitri Nganthi Wani bersama keluarganya pada tahun 1998 hingga sekarang melalui puisi yang ia bawakan.