Jakarta – Politisasi bantuan sosial (bansos) selama masa kampanye dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan politik yang sangat serius, dan mencederai kepentingan rakyat.
Hal tersebut ditegaskan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang sekaligus menjabat Sekretaris Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Hasto Kristiyanto. Menurut Hasto, alasannya sangat jelas.Sebab bansos muncul dari kebijakan negara. Policy tersebut hadir setelah dibahas lintas partai politik di DPR RI, termasuk oleh PDIP yang terus memperjuangkan kebijakan bansos.
“PDI Perjuangan bahkan satu-satunya partai yang menggelar rakernas ada membahas fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara,” ujarnya menekankan, Selasa (30/1/2024).
Oleh karena itu, kebijakan bansos bisa dikatakan sebagai instrumen dari implementas Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang mengamanatkan kewajiban negara dalam memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar. Kemudian hal tersebut diperjuangkan bersama-sama di DPR RI dengan dukungan seluruh partai politik untuk dijalankan oleh eksekutif (pemerintah).
“Ketua DPR-nya dari PDI Perjuangan, Ketua Badan Anggaran (Banggar) dari PDI Perjuangan, kemudian dibahas dan mendapat dukungan partai politik lainnya, sehingga bansos bukan kebijakan presiden. Bansos adalah kebijakan politik, dari politik anggaran yang ada di DPR RI,” kata Hasto menegaskan.
Dengan demikian, lanjut Hasto, pembagian bansos jangan dipolitisasi. Bansos sudah seharusnya diposisikan dalam tata kelola pemerintahan yang baik, di ruang lingkup Kementerian Sosial (Kemensos).
Terkait Mensos Risma
Hasto pun dimintai tanggapannya mengenai Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharani yang tidak dilibatkan dalam pembagian bansos oleh Presiden Jokowi (Joko Widodo). Hasto menanggapi bahwa Risma menceritakan kalau suasana di dalam rapat kabinet sudah ada unsur-unsur yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Tetapi demi tugas bangsa dan negara, ketidaknyamanan itu harus dilepaskan. “Karena untuk mengurusi rakyat diperlukan integritas, keteguhan dalam prinsip. Itulah yang dilakukan Bu Risma,” kata Hasto.
Hasto menambahkan, Risma tidak ingin data-data bansos dipakai untuk kepentingan politik partisan. Apalagi untuk memperjuangkan kepentingan keluarga. Menurut Hasto, sikap Risma yang kokoh dengan integritas itulah yang akhirnya mendorong Mensos tidak diajak.
“Termasuk dalam kebijakan raskin (beras miskin). Sehingg raskin dari Bulog yang kemudian muncul gambar pasangan Prabowo-Gibran,” ungkapnya