Jakarta – Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APBI) mempertanyakan kebijakan pembatasan dan pengetatan produk impor yang diterapkan pemerintah. Pasalnya, kebijakan itu justru yang berdampak pada stagnasi industri ritel Indonesia. Banyak pengusaha ritel memutuskan menunda atau bahkan membatalkan pembukaan toko di pusat perbelanjaan, karena sebagian besar produk yang mereka jual adalah barang impor.
“Banyak yg menyampaikan di tahun ini mengurangi pembukaan toko-toko baru bahkan sama sekali tidak membuka toko baru. Jadi saya kira itu yang dikhawatirkan. Kalau mal-nya kosong, toko-toko tidak ada barang akibat kesulitan tadi, akan mengganggu juga tingkat kunjungan,” kata Ketua Umum DPP APBI Alphonzus Widjaja dalam Seminar dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) bertajuk Elevate The Local Brand, di The Langham Jakarta, Sudirman, Jakarta Selatan.
Alphonzus berharap pemerintah bisa secepatnya mempertimbangkan ulang wacana pengetatan produk impor. Jika kebijakan bertujuan melindungi produk lokal, mustinya pemerintah bisa membantu dengan menghadirkan fasilitas, insentif, hingga kebijakan pajak. Di sisi lain, ancaman terhadap produk lokal sebenarnya justru berasal dari barang impor ilegal.
Menghilangkan barang impor dari pasar jelas tidak mungkin. Pasalnya, mayoritas merek impor identik dengan gaya hidup yang lekat dengan masyarakat.
“Impor tidak bisa 100% dibatasi, kenapa? Karena kalau kita bicara ritel, itu kan identik dengan gaya hidup. Gaya hidup tidak bisa dibendung dengan peraturan atau ketentuan, karena dunia ini sudah demikian terbukanya,” tuturnya.