Jakarta – Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, berjanji akan memperjuangkan kaum buruh. Bukan hanya buruh yang bekerja di perusahaan, tetapi juga buruh-buruh yang ada di perdesaan, khususnya buruh ibu-ibu.
“Jadi bicara buruh, bukan hanya yang di kantor-kantor atau perusahaan resmi, di situ juga banyak masalah, tapi juga kaum buruh yang ibu-ibu di perdesaan,” ujarnya di acara “Tabrak Prof!” di Bento Kopi, Kota Bandar Lampung, Lampung, Kamis malam (25/1/2024).
Biasanya buruh ibu-ibu yang di perdesaan, kata Mahfud, bekerja mati-matian tapi gajinya tidak jelas. Dia mencontohkan buruh ibu-ibu yang bekerja di sektor perkebunan.
“Karena gajinya kecil, kadang sehari hanya 30.000 rupiah, kadang-kadang dibayar, kadang-kadang tidak,” paparnya.
Buruh ibu-ibu ini, lanjut Mahfud, terpaksa bekerja dan menerima pembayaran kecil tersebut disebabkan tidak adanya pekerjaan lain.
“Nah yang begini-begini juga nanti akan diatur, apalagi buruh-buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan resmi. Sudah menjadi program kami, Ganjar-Mahfud, sudah tercatat di 21 program yang kami akan lakukan,” jelasnya.
Sebelumnya, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud pernah menyampaikan bahwa akan mengkaji ulang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan atau PP Upah. Menurut kajian TPN, pengaturan pengupahan di PP tersebut kurang berpihak pada kaum buruh.
Sekretaris Eksekutif TPN Ganjar-Mahfud, Heru Dewanto, sebelumnya mengatakan PP Upah menyangkut persoalan hajat hidup orang banyak. Apabila suatu peraturan merugikan banyak pihak, kata Heru, pasangan Ganjar-Mahfud tidak akan segan-segan mengkaji ulang dan memperbaikinya.
“Skema upah mestinya berfokus pada realita kebutuhan pekerja. Pekerja harus diakomodasi dengan upah mencukupi sehingga bisa menjalani kehidupan yang layak, bukan sebatas untuk bertahan hidup dan memberikan peluang buruh untuk meningkatkan kualitas hidupnya,” tandas Heru.
PP Upah, dijelaskan Heru, hanya memungkinkan upah buruh naik kurang dari 9 persen. Saat Ganjar Pranowo menjabat Gubernur Jawa Tengah (Jateng), hanya Ganjar satu-satunya gubernur yang menolak PP Upah.
Menurut Heru, Ganjar beranggapan PP Upah tidak adil. Kendati demikian, Ganjar-Mahfud tidak mengesampingkan pandangan pengusaha. Dengan begini, maka kesejahteraan pekerja terjamin dengan upah yang mencukupi.