Jakarta – Gelombang kecaman terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus bermunculan. Kali ini datang dari tokoh-tokoh masyarakat sipil yang tergabung dalam Perkumpulan Jaga Pemilu dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Erry Riyana Hardjapamekas selaku Ketua Badan Pengawas Perkumpulan Jaga Pemilu menambahkan, Jokowi sebagai Kepala Negara harus berdiri di atas semua golongan dan kepentingan.
“Ia (Presiden) harus berada diatas semua golongan dan memberi contoh bagi aparatur sipil negara dan aparatur negara bersenjata agar selalu netral karena mereka harus melayani semua warga tanpa diskriminasi dan tidak pilih bulu,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Perkumpulan Jaga Pemilu Natalia Soebagjo mengatakan bahwa pernyataan Jokowi bahwa presiden boleh berkampanye dan berpihak merusak prinsip demokrasi secara mendasar dan berpotensi melanggar pelaksanaan pemilihan umum jujur dan adil di Indonesia langsung dari pucuk pimpinan negara.
“Kami sebagai warga negara sipil cemas bahwa pernyataan ini dikeluarkan beliau pada saat kampanye sedang berlangsung. Ini merusak demokrasi,” kata Natalia saat keterangan pers di kantor Jaga Pemilu, Jakarta Selatan.
Menurut Natalia, pernyataan Jokowi mengisyaratkan agar masyarakat maklum dengan keberpihakannya terhadap sang anak, Gibran Rakabuming Raka, yang menjadi calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto.
Pernyataan Jokowi bahwa presiden boleh berkampanye dan memihak dinilai Natalia lebih mengejutkan karena dilakukan dengan latar belakang pesawat udara TNI dan didampingi Menhan yang juga Prabowo Subianto, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Panglima Kepala Staf TNI AD Jenderal Maruli Simanjuntak di Landasan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma.
“Semua dalam latar itu, dibayar oleh pajak rakyat. Pesawat udara, bordir bintang lima di topi, seragam jaket mereka, bahkan gaji yang mereka terima dalam posisinya sebagai pejabat sampai ke pengoperasian bandara Halim pun dibayar pajak rakyat. Tidak sepantasnya pernyataan itu diucapkan, apalagi diucapkan di fasilitas negara seperti itu,” kata Natalia.
Sementara itu, YLBHI menilai sikap presiden yang berpihak dalam pemilu adalah bentuk penyalahgunaan wewenang dan merusak demokrasi. YBLHI mendesak DPR, partai-partai dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk tidak tinggal diam.
Ketua YLBHI Muhammad Isnur menilai pernyataan Jokowi itu adalah sikap berbahaya dan menyesatkan yang akan merusak demokrasi dan negara hukum.
“Berkenaan dengan hal tersebut, YLBHI mendesak Presiden Joko Widodo untuk berhenti melakukan praktik buruk pelanggaran konstitusi dan demokrasi serta etika kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Isnur dalam keterangan tertulis.
Presiden Jokowi melakukan pernyataan yang sarat ketidaknetralan setelah capres nomor urut 3 sekaligus Menko Polhukam, Mahfud MD, mengumumkan bahwa dirinya akan mundur dari Kabinet Indonesia Maju sebagai bentuk protes penyalahgunaan kekuasaan yang secara telanjang diperlihatkan pejabat dan aparat di tahun politik ini.