Jakarta – Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo menyatakan, pembangunan lumbung pangan (Food Estate) sebaiknya tidak dipaksakan jika tanaman yang ditanam tidak cocok dengan kondisi lahan.
Ganjar mengatakan, Food Estate bertujuan untuk ketahanan pangan sehingga tidak dipaksakan dilakukan jika lahan tidak cocok dan tidak bisa disamaratakan di seluruh Indonesia.
“Kalau itu untuk ketahanan dan swasembada pangan. Kasih lah pada ahlinya, tidak ada Bang di Indonesia ini petani-petani itu menanam singkong tidak tumbuh, tidak. Kalau kita mau bicara singkong, kalau ditanam di tempat, maaf ya, agak asal aja tumbuh, kok itu tidak tumbuh? Saya haqul yakin, yang disuruh itu tidak mengerti,” kata Ganjar dalam wawancara ekslusif dengan Pemimpin Redaksi TVOne, Karni Ilyas, Kamis (25/1/2024).
Ganjar menyebut ada Food Estate yang bagus, dan ada wilayah Indonesia yang memiliki tanah subur seperti di Merauke Papua.
“Kenapa di situ, justru sekarang kecurigaan orang itu tidak tumbuh [singkong], kayunya ke mana?” tanyanya.
Ganjar yang pernah menjadi anggota Komisi IV DPR RI mengatakan, bahwa alasan pembukaan suatu lahan (land clearing) antara lain untuk perkebunan sawit.
“Tapi di sana [land clearing] sebenarnya mau ngambil kayu, dan kayu itu gedenya segini. Kalau untuk industri kertas, itu laku, karena jadi pulp, jadi bubur kertas,” lanjutnya.
Ganjar menyarankan untuk mencari tempat yang cocok untuk dijadikan food estate. Misalnya memanfaatkan lahan yang menganggur di desa-desa, mendorong anak muda di desa untuk bertani secara modern dengan memanfaatkan kearifan lokal.
“Bikin anak-anak muda yang di desa untuk bertani dengan modern, dampingi mereka dengan kearifan lokal yang dimiliki. Nggak usah seragam, sudah deh. Saya sudah bertemu pengusaha. Sudah lah, Mas Ganjar, serahkan kepada mereka, kita yang bikin jadi. Nggak usah mimpi yang gede-gede,” pungkas Capres yang diusung PDI Perjuangan, PPP, Partai Hanura dan Partai Perindo ini.
Diketahui, Greenpeace Indonesia menyebut program Food Estate yang dikerjakan Kementerian Pertahanan di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang sebelumnya ditanami singkong hasilnya gagal total.
Food Estate itu juga tak memiliki kajian awal perihal analisis lingkungan hidup strategis dan kajian analisis dampak lingkungan (Amdal).
Sebanyak 600 hektare hutan alam di Gunung Mas dibuka untuk proyek ini dan memicu pelepasan 250 ribu ton emisi karbon.
Dari waktu ke waktu, proyek Food Estate dijalankan dengan mengeksploitasi hutan dan lahan gambut yang sangat luas. Prosesnya pun berjalan tak transparan dan tak melibatkan masyarakat setempat.
Aspek lain yang terancam dengan adanya Food Estate adalah keberagaman pangan di Indonesia.