Banda Aceh – Juru Bicara UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) Indonesia Mitra Salima Suryono mengkritisi kaburnya tiga pengungsi Rohingya dari tempat penampungan di Balai Meuseuraya Aceh (BMA) Banda Aceh. Karena kejadian yang sama terus berulang, bisa diduga hal ini mengarah pada praktik jaringan penyelundupan.
“Termasuk menggunakan jaringan penyelundup (perjalanan tidak resmi), karena mereka tidak memiliki pilihan, dan putus asa dalam upaya mereka bersatu dengan keluarga mereka,” katanya saat dikonfirmasi di Banda Aceh pada hari Selasa (23/1).
Banyak pengungsi yang datang ke Aceh tidak memiliki identitas diri maupun dokumen perjalanan. Maka mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan ke tujuan selanjutnya. Namun hal itu kemudian diakali dengan menempuh cara-cara ilegal, termasuk memanfaatkan jaringan penyelundupan manusia.
Beberapa pengungsi mengatakan keputusan kabur dari tempat penampungan karena ingin bersatu dengan kerabatnya yang sudah ada di negara lain. Para perempuan, pria, dan anak-anak yang rentan tetap memutuskan untuk melanjutkan perjalanan seperti itu walau sangat beresiko.
Mitra mengaku pihaknya terus berusaha mengedukasi para pengungsi agar tidak lagi melakukan perjalanan ilegal.
“Sebagai upaya pencegahan, konseling ini kami sampaikan secara rutin kepada para pengungsi. Akan tetapi, sebagai solusi jangka panjang, diperlukan kerjasama antar negara di kawasan ini. Setiap negara diharapkan berkontribusi dalam semangat pemerataan tanggung jawab,” tandas Mitra.