Jakarta – TPN Ganjar – Mahfud menegaskan, semua gagasan yang disampaikan calon wakil presiden Mahfud MD dalam Debat Cawapres 21 Januari 2024 semalam sudah tertera dalam penjelasan visi-misi pasangan calon nomor urut 03 itu, sehingga mempertegas komitmen untuk memperkuat desa, masyarakat adat, mempercepat Reforma Agraria, serta mewujudkan kedaulatan pangan.
Pernyataan itu disampaikan anggota Dewan Pakar TPN Ganjar-Mahfud, Rieke Diah Pitaloka, dalam diskusi media pascadebat ke-4 di Media Center TPN, Senin, 22 Februari 2024. Dalam diskusi media dipandu Direktur Eksekutif Komunikasi Informasi dan Juru Bicara TPN Tomi Aryanto ini, Rieke didampingi sesama anggota Dewan Pakar TPN Ganjar-Mahfud, Satya Heragandi, Direktur Pemberdayaan Perempuan TPN Sandrayati Moniaga dan Sekretaris Eksekutif TPN Heru Dewanto.
“Hal-hal yang kami perjuangkan sekarang merupakan jejak panjang perjuangan sejak muda. Kami ini berpolitik dari usia muda, jadi bukan ‘pansos’. Dimulai jadi aktivis, mengadovasi berbagai masalah termasuk masyarakat adat, dan lain-lain. Termasuk Capres Ganjar Pranowo juga ikut merumuskan dan mengesahkan UU Desa,” kata Rieke.
Anggota Komisi VI DPR RI ini menegaskan, ‘locus’ dari persoalan masyarakat adat, pangan, dan reforma agraria ada di desa dan kelurahan. Dari sinilah lahir semboyan ‘Desa kuat, Indonesia maju, dan berdaulat’.
“Garda terdepan dari pemerintahan kita adalah desa dan kelurahan, sehingga desa memiliki substansi yang sangat penting dalam setiap pengambilan keputusan. Ganjar-Mahfud bertekad memperkuat desa dan kelurahan. Tidak ada kedaulatan dan kemajuan kalau desa kita tertinggal,” jelasnya.
Sebagai Duta Arsip Nasional, Rieke memaparkan road map pertama kebijakan pembangunan Indonesia, yaitu Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana atau PPNSB yang telah ditetapkan sebagai Memori Kolektif Bangsa (MKB) pada 17 November 2023.
“PPNSB merupakan pondasi dari cikal bakal kebijakan seluruh kementerian dan lembaga, disusun 513 politisi dan 600 pakar dari berbagai perguruan tinggi, sebagai antitesa dari konsep negara federal yang dipaksakan pemerintah Belanda terhadap Indonesia dalam Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville, Perjanjian Roem Royen, dan Konferensi Meja Bundar,” urai Rieke.
Rieke memaparkan pentingnya desa sebagai pusat dari demokrasi, yang disebut sebagai ‘democratic rural development’.
“Kita ada dalam era otonomi daerah, bukan di negara sentralistik, dengan ujung tombak pembangunan ada di desa. Syaratnya, harus ada data yang akurat, aktual, dan relevan,” terangnya.
Rieke mencontohkan, data yang tak akurat menyebabkan kerugian negara Rp 120 trilun per tahun karena ada 52 juta penerima bansos fiktif.
“Inilah yang dikerjakan Pak Mahfud, dengan mendukung Bu Risma untuk membongkar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Jangan hanya berpikir, ah dananya hanya bansos Rp 300 ribu, yang kemudian dibagi untuk berapa juta orang, dihitung juga setahun turun berapa kali. Padahal, data itu kemudian jadi basis data penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan, subsidi pupuk, subsidi ,istrik, dan lain-lain,” ungkap Rieke.
Rieke melanjutkan, bekerjasama dengan IPB dan perguruan tinggi di daerah, pihaknya tengah mengembangkan Sistem Pemerintahan Daerah Berbasis Data Desa Kelurahan Presisi.
“Omong kosong berbicara kebijakan di pusat tanpa melibatkan secara riil pihak daerah,” tegasnya.
Terkait debat semalam, Rieke meminta agar saat orang berbicara data justru jangan dibangun perspektif seakan sedang menakut-nakuti rakyat atau menyatakannya sebagai kerahasiaan.
“Tidak ada rahasia kalau Anda pakai duit negara. Contoh, saya membongkar kasus minyak goreng, bagaimana kepemilkian lahan atau HGU oleh pemilik perkebunan kelapa sawit tapi dia memiliki perusahaan minyak goreng. Ini perlu dibahas dan ada kaitannya dengan agraria,” tegasnya.
Rieke pun menggarisbawahi persoalan kedaulatan pangan hanya bisa diselesaikan jika punya data yang akurat dan relevan dalam ‘data desa presisi’. Satu Data Indonesia itu diambil dengan menggunakan drone dan melibatkan masyarakat desa.
“Kedaulatan pangan tidak kalah pentingnya dibandingkan kedaulatan energi. Dua entitas ini menjadi penting dalam geopolitik dan geoekonomi,” pungkasnya.