Keputusan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjadi anggota Dewan Pengarah dan Juru Kampanye Nasional pasangan calon Prabowo-Gibran menjadi sorotan publik. Banyak yang menganggap keberadaannya akan mendongrak perolehan pasangan pasangan calon Prabowo-Gibran, khususnya di Jawa Timur. Namun pengamat politik Universitas Jember (UNEJ) Muhammad Iqbal tidak setuju dengan anggapan tersebut
“Bergabungnya Khofifah, yang juga ketua umum Muslimat NU (Nahdlatul Ulama) itu, sejatinya tidak serta merta mudah terkonversi menjadi tebalnya elektoral Prabowo-Gibran,” kata Iqbal sebagaimana dilansir dari Antara pada hari Sabtu (13/1).
Iqbal menilai setidaknya ada tiga alasan yang mendukung pendapatnya. Pertama, status Khofifah hanya sebatas anggota dewan pengarah dan juru kampanye saja. Bukan peserta kontestasi. Kedua, masih adanya ganjalan etika konstitusional di masyarakat perihal status Gibran. Ketiga, kekuatan gagasan dan kapasitas karakter, manajemen kepemimpinan, serta keluwesan emosi menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan pemilih.
“Khofifah bukanlah dewi penyelamat kandidat. Dia adalah tokoh NU dan pemimpin Jawa Timur yang secara personal kultural tetap sebagai santri, yang juga terikat ketakziman dan nilai-nilai taat kiai,” tambahnya.
Ketika para kiai sudah meneguhkan sikap dan pilihan politiknya pada pasangan Anies-Muhaimim atau Ganjar-Mahfud, maka sangat mungkin Khofifah tidak akan menjadi “dewi penyelamat” suara Prabowo-Gibran.
“Hal itu lebih untuk menyelamatkan tiketnya sendiri menghadapi Pilkada Jawa Timur 2024, karena melalui koalisi partai-partai pengusung Prabowo-Gibran, nasib pencalonan Khofifah bisa resmi sebagai kandidat dalam pilkada Jatim,” pungkasnya.