Kairo – Spiritualitas, budi pekerti, dan perasaan saling hormat-menghormati sesama anak bangsa menjadi kunci terciptanya persatuan dan harmoni di tengah keberagaman di Indonesia.
Begitulah yang disampaikan Syadila Rizqy Al-Anhar, Mahasiswa Indonesia di Al-Azhar, Kairo, Mesir saat memantik diskusi dalam agenda ngaji politik bertajuk ‘Menatap Masa Depan Anak Bangsa : Benarkah Budi Pekerti telah Hilang di tengah Globalisasi Kini?’ yang diselenggarakan di Jantung Ibu Kota Mesir, Kairo.
Syadil menyayangkan, akhir-akhir ini marak terjadi peristiwa kekerasan, bullying, hingga penghilangan nyawa di antara anak muda yang sesungguhnya mencederai nilai-nilai budi pekerti, kemanusiaan, harmonisasi, dan persatuan sesama anak bangsa.
Program Ganjar-Mahfud yang berkomitmen memberikan insentif pada guru agama, kata Syadil, dapat menjadi satu kunci dalam membentuk sumber daya manusia (SDM) berbudi pekerti dan unggul.
“Kekerasan, bullying, hingga penghilangan nyawa yang dengan mudah dilakukan oleh anak bangsa pada sesamanya sungguh menyedihkan. Pemerintah dan berbagai pihak harus memberi perhatian serius pada fenomena ini. Spiritualitas dan akhlak harus menjadi tema sentral yang diajarkan di setiap lembaga pendidikan. Sebab itu, komitmen Ganjar-Mahfud dalam memberikan kesejahteraan bagi guru agama merupakan langkah konkret dalam mencetak generasi muda yang ber- berbudi pekerti luhur“ ucap Syadil, Wakil Ketua Tim Pemenangan Muda Diaspora Ganjar-Mahfud Kawasan Timur-Tengah Afrika.
Selanjutnya, Syadil bersama diaspora muda di Timur-Tengah Afrika yang tergabung ke dalam ‘Africa and Middle East and Africa for Ganjar-Mahfud’ berkomitmen menggalang sebuah gerakan moral dan praktis menghambat laju maraknya perilaku demoralisasi yang tidak sejalan dengan warisan nilai dan budaya bangsa.
“Jangan sampai kita membiarkan gaya hidup anak muda yang mudah mencaci-maki, berkelahi, dan suka memecah belah itu terus menghiasi kehidupan berbangsa kita. Nilai dan budaya asli Indonesia yang ramah, senang gotong-royong, dan guyub tergerus dengan budaya asing yang individualis. Masyarakat butuh tauladan tentang bagaimana semestinya kita merayakan kebhinekaan. Guru, salah satunya guru agama memang punya peran strategis dalam membentuk ini. Gagasan Ganjar-Mahfud sangat tepat”, tegas Syadil yang juga aktivis NU Mesir.
Sementara itu, Nata Sutisna, Ketua Tim Pemenangan Muda Diaspora untuk Ganjar-Mahfud Kawasan Timur Tengah dan Afrika mengapresiasi diaspora Indonesia di Mesir yang peduli terhadap persoalan bangsa.
Mahasiswa Indonesia di Afrika senang, bahwa meskipun para mahasiswa ini sekolah di luar negeri, namun mereka terus berdialektika membahas masa depan bangsa. “Para pemimpin dan semua saudara di tanah air harus mendengarkan suara-suara diaspora Mesir ini, yang tulus datang dari hati nurani dengan semangat cinta Tanah Air yang kokoh. Maka itu, semoga rakyat bisa memilih dengan rasionalitas dan kebeningan hati, bahwa pemimpin masa depan harus berpihak pada kesejahteraan guru agama dan persatuan rakyat,” pungkas Nata yang juga mahasiswa Indonesia di Tunisia.