Jakarta – Kecaman terhadap pengeroyokan oleh oknum TNI terhadap relawan pendukung pasangan calon 03 Ganjar-Mahfud di Boyolali, Jawa Tengah, terus bermunculan. Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, meminta Panglima TNI menindak tegas para pelaku.
“Belajar dari kasus ini pimpinan TNI dalam hal ini Panglima TNI mesti lebih tegas dan bertanggungjawab mendisiplinkan anggotanya. Para pelaku juga harus diberi sanksi tegas sesuai dengan janji Panglima TNI saat melaksanakan uji kelayakan sebagai calon Panglima,” kata TB Hasanuddin kepada wartawan Minggu (31/12/2023).
Politisi PDI Perjuangan itu menegaskan, anggota TNI sejatinya dibiayai dan digaji oleh keringat rakyat. Sehingga, lanjut dia, berkaca dari kasus tersebut, bila rakyat berbuat kesalahan di jalan umum seharusnya diingatkan, jangan malah dikeroyok beramai-ramai.
“Saya menyampaikan keprihatinan atas peristiwa tersebut. Siapapun yang menjadi korban, hukum harus ditegakkan. Jangan tebang pilih, usut hingga tuntas,” pungkasnya.
Peristiwa pengeroyokan terhadap relawan itu viral di media sosial. Dalam video beredar, dinarasikan relawan itu baru selesai mengikuti acara di Boyolali. Mereka lalu dicegat oknum TNI diduga dari Batalyon 408. Dalam video itu terlihat sejumlah orang awalnya berada di pinggir jalan. Tak lama setelahnya, para pelaku langsung menghampiri pemotor yang tengah melintas dan melakukan pengeroyokan.
Kecaman Koalisi Masyarakat Sipil
Senada dengan TB Hasanuddin, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menyatakan bahwa kekerasan oleh anggota TNI di Boyolali terhadap relawan telah merusak netralitas institusi TNI dan mencederai pemilu 2024.
Tindak kekerasan terhadap beberapa relawan Paslon 03 (Ganjar-Mahfud) oleh Anggota TNI di Boyolali itu mengakibatkan seorang relawan meninggal dunia dan 4 lainnya luka berat. Kapendam IV Diponegoro beralasan bahwa sejumlah anggota TNI merasa terganggu dengan suara knalpot bising (brong) yang dari motor relawan Ganjar – Mahfud sewaktu berkampanye di jalan raya. Padahal, jalan raya juga dilalui kendaraan besar dan berat (bis, truk, dll) yang juga membisingkan telinga.
“Kami menilai, tindakan kekerasan oleh anggota TNI merupakan tindakan kesewenang-wenangan hukum (above the law) yang brutal karena penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas merupakan tugas Kepolisian atau dinas perhubungan, bukan TNI. Selain itu, korban adalah massa politik yang sedang berkampanye politik, maka seharusnya dianggap sebagai dugaan pelanggaran yang masuk ranah penindakan Bawaslu,” kata Direktur IMPARSIAL Gufron Mabruri.
Koalisi berpendapat, tindakan main hakim sendiri atau kesewenang-wenangan hukum oleh anggota TNI dari Markas Kompi B Yonif Raider 408/Sbh, Boyolali tentunya tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun dan harus dilakukan penindakan yang tegas secara institusional. Terlebih saat ini merupakan momentum kampanye politik dan penganiayaan oleh Anggota TNI tersebut dilakukan terhadap salah satu relawan Capres/Cawapres, hal itu tentu dapat menyulut prasangka ketidaknetralan TNI dalam Pemilu.
“Tidak dapat dipungkiri, Komisi I DPR RI yang telah membentuk Panja netralitas TNI juga tentu memahami kontekstualitas politik. Terlebih lagi, sebelumnya ramai diberitakan adanya dugaan kuat keterlibatan Anggota TNI dalam pemasangan Alat Peraga Kampanye,” kata Koordinator Badan Pekerja KontraS Dimas Bagus Arya. Koalisi menambahkan, yang terbaru adalah, Mayor Teddy Widjaja (Ajudan Prabowo, Capres 02) yang ikut dalam barisan Timses Paslon 02 (Prabowo-Gibran) dalam Debat Capres KPU dengan kostum serupa serta menunjukkan simbol-simbol dukungan kampanye Paslon 02, dan seketika berubah saat Debat Cawapres KPU padahal Capres 02 juga hadir.
Koalisi menyesalkan rendahnya kepekaan dari para pelaku penganiayaan tersebut terhadap konteks masa kampanye politik, dan akibat tindakan mereka seharusnya disadari dapat menciderai netralitas TNI. Seharusnya para anggota TNI tersebut melaporkan dugaan pelanggaran lalu lintas ketertiban kampanye Pemilu dilaporkan ke Bawaslu. Bukan main hakim sendiri.
Koalisi menilai, aksi main hakim sendiri atau kesewenang-wenangan hukum oleh anggota TNI Markas Kompi B Yonif Raider 408/Sbh, Boyolali tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun dan harus dilakukan penindakan tegas terhadap para pelaku di lingkungan peradilan umum. Terlebih ketika penganiayaan Anggota TNI itu dilakukan kepada relawan pendukung paslon yang tentunya dapat mencerminkan ketidak netralan TNI dalam menyikapi perbedaan politik yang ada di masyarakat.
“Panglima TNI dan KSAD gagal menjaga netralitas TNI dalam Pemilu 2024. Rusaknya netralitas harus diperbaiki dengan proses hukum yang adil dan benar. Atas dasar hal tersebut, Koalisi mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR RI untuk mengevaluasi dan mencopot Panglima TNI dan KSAD yang gagal mengontrol anggota sehingga terjadi penganiayaan berakibat kematian yang berulang dan gagal menjaga citra TNI untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024,” tegas Ketua PBHI Julius Ibrani.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis beranggotakan Imparsial, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), KontraS, YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI, Yayasan Cahaya Guru (YCG), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).