Jakarta – Para mahasiswa yang tergabung di ‘Lingkar Mahasiswa Semanggi’ menegaskan sikap mengenai penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia lewat ‘Seminar Publik dan Asik’ (SepaHAM) bertema ‘Refleksi 9 tahun Presiden Jokowi dalam penyelesaian kasus HAM’.
Moderator sekaligus salah satu inisiator acara Klaudias Vieri menyatakan, event ini diadakan mahasiswa sebagai pengingat bahwa ada banyak kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan di periode ini. Lingkar Mahasiswa Semanggi melihat tidak adanya komitmen konkret Jokowi terkait penyelesaian kasus HAM selama 9 tahun terakhir. “Kami hadir di sini sebagai tanggung jawab moral, menunjukan bahwa generasi muda meskipun tidak mengalami apa yang dialami kawan-kawan senior aktivis 98, tidak lupa dan akan terus berjuang untuk penegakan HAM,” kata Vieri.
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya itu menegaskan komitmen untuk terus menyuarakan serta menyebarkan berita pada publik sebagai pengingat apa yang terjadi pada masa lampau supaya kita belajar dari sejarah dan pelanggaran HAM tidak terulang kembali. “Kami pun berkomitmen meneruskan perjuangan dan api perlawanan mahasiswa terhadap tirani seperti yang tertuang dalam ‘Mars Reformasi’ Indonesia Baru tanpa OrBa!” ungkapnya.
Salah seorang mahasiswa yang menjadi perwakilan narasumber, Muhammad Rafly menggarisbawahi bahwa penyelesaian Kasus HAM ini bukan suara lima tahunan sekali setiap Pemilu. “Persoalan HAM merupakan aspirasi yang juga selalu kami suarakan setiap kali aksi Kamisan berlangsung di depan Istana Merdeka,” tukasnya. Rafly menyoroti komitmen yang keluar dari Jokowi selama hampir 2 periode ini pun baru terjadi belakangan, lewat Keppres No. 17 / 2022, itu pun bentuknya penyelesaian non-yudisial.
Senada dengan Rafly, aktivis 1998 Bona Sigalingging menyebutkan bahwa komitmen yang tertuang di dalam Keppres tersebut juga tanggung. “Tidak semua pengungkapan dilakukan, misalnya tidak menyebutkan pelaku utama dari pelanggaran HAM saat itu. Keppres ini pun baru terbit pada akhir periode menjelang 10 tahun,” ungkap Bona.
Salah satu orang tua korban, Asih Widodo yang hadir sebagai narasumber juga menceritakan bagaimana perjuangannya di berbagai era presiden pascareformasi hingga kini tak membuahkan hasil.
“Kami menyayangkan bahwa pelaku bisa bebas dan masih punya kuasa hingga hari ini, sementara pembunuh anak saya hingga kini tak diketahui,” kata orangtua dari alm. Sigit Prasetyo, mahasiswa Universitas Persada Indonesia YAI, korban Tragedi Semanggi I, 25 tahun lalu.
Narasumber lain, Savic Ali yang juga saksi hidup peristiwa 1998 menyayangkan masih melenggangnya pelaku kejahatan dan bahkan ada di berbagai jabatan publik hingga hari ini tanpa ada kejelasan. “Mengutip Gus Dur, ‘Bangsa ini pengecut karena tidak berani menghukum yamg bersalah.’ Dan hal itu terjadi hingga saat ini,” pungkas Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.