Magelang- Istri capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo, Siti Atikoh Supriyanti mendatangi Pondok Pesantren Ma’ahidul Irfan di Soropaten, Bandongan, Magelang, selama mengisi kegiatan di Jawa Tengah pada Kamis (28/12/2023).
Pengasuh Ponpes Ma’ahidul Irfan Nyai Nurfaizah Ali bersama puluhan santriwan dan santriwati menjadi tokoh yang menyambut kehadiran Atikoh.
Atikoh di lokasi selanjutnya berdialog dengan para santri yang dilaksanakan di sebuah ruangan ponpes tersebut.
Dua santriwati kemudian mengajukan masing-masing satu pertanyaan kepada mantan wartawan yang hadir dengan mengenakan gamis berwarna merah muda.
Pertanyaan pertama, santri memohon Atikoh bisa berbagi pengalaman sebagai kaum yang pernah berada di lingkungan pesantren.
“Sebab, kami tahu ibu pernah berada di lingkungan pesantren. Mohon bisa berbagi pengalaman,” kata seorang santriwati bertanya ke Atikoh dalam momen dialog.
Diketahui, wanita kelahiran Jawa Tengah itu sesama kecil dan remaja menghabiskan waktu di lingkungan pesantren karena sang kakek menjadi pendiri Ponpes PP Riyadus Sholikhin Kalijaran, yakni KH Hisyam A Karim.
Pertanyaan kedua, santriwati berharap Atikoh bisa menjelaskan cara meningkatkan SDM kaum hawa agar terjadi persamaan gender.
“Apa yang dapat dilakukan santri perempuan untuk meningkatkan SDM perempuan agar adanya persamaan gender,” tanya santriwati lainnya.
Atikoh untuk pertanyaan pertama menyebut selama di pesantren banyak belajar dan menyerap ilmu tentang ikhlas dan berbagi. Sebab, seorang kiai tidak memandang asal usul santri saat menerima murid.
“Jadi, kiai itu tidak pernah menolak santri. Tidak pernah menanyakan, nanti kamu bagaimana makannya. Tidak pernah. Semua ditanggung Pak Kiai. Itu kalau Salafiyah. Itu mengajarkan Ibu, rezeki ada yang mengatur. Kita belajar untuk ikhlas dan berbagi,” kata Atikoh menjawab santriwati.
Dia mengatakan selama hidup di lingkungan pesantren juga menyerap ilmu tentang perlunya manusia bisa bermanfaat bagi sesama.
Atikoh menyebutkan manusia bisa bermanfaat apabila memiliki ilmu tinggi yang diperoleh melalui belajar secara tekun.
“Kita harus mencari ilmu setinggi-tingginya. Bukan selalu berkaitan mencari kerjaan, agar kerjaan kita kariernya tinggi. Itu juga bentuk dari kita berterima kasih kepada Yang Maha Kuasa sudah diberi hidup. Kita bisa bermanfaat dengan orang lain, kalau kita punya ilmu tinggi, kita bisa berbagi ilmu. Itu yang menjadi pegangan saya ketika hidup di lingkungan pesantren, ya, karena kita harus bermanfaat,” ujarnya.
“Sebaik-baiknya manusia itu manusia yang bisa bermanfaat bagi orang lain melalui jalur apa pun, mungkin kita bisa bermanfaat dari sisi tenaga, dari sisi pikiran, dari sisi materi, tetapi setiap orang punya potensi,” kata dia.
Atikoh kemudian menyinggung pendidikan untuk menjawab pertanyaan kedua dari santriwati soal cara meningkatkan SDM perempuan.
“Kita harus belajar terus. Jangan pernah lelah belajar. Sayyidina Ali bin Abu Thalib pernah menyampaikan orang yang tidak tahan dengan keletihan belajar, itu dia harus berhadapan dengan kepedihan karena kebodohan. Mungkin di sini ada yang hafidz, ya, harus menghafal setiap hari, ibu tahu perjuangan seperti apa. Insyaallah akan nikmat pada waktunya,” sebut Atikoh.
Karena berlatar santriwati, dialog berjalan dengan sangat akrab. Bahkan beberapa kali Atikoh mengajak para santriwati untuk melantunkan lagu khas pondok pesantren.