Harare – Dalam beberapa minggu terakhir, beberapa negara di Afrika dilanda El Nino yang mengakibatkan curah hujan minim dan suhu meningkat drastis. Hal tersebut menyebabkan kematian sekitar 100 gajah di Taman Nasional Hwange, Zimbabwe, dalam beberapa pekan terakhir.
Prakiraan cuaca memperkirakan situasi ini akan bertahan hingga beberapa pekan ke depan. Hal itu membuat banyak pihak khawatir. Pihak berwenang khawatir kejadian tahun 2019 bakal terulang. Waktu itu 200 gajah di Hwange mati akibat kekeringan ekstrim.
“Gajah yang paling terkena dampak adalah gajah muda, lanjut usia, dan sakit yang tidak dapat melakukan perjalanan jauh untuk mencari air,” kata Tinashe Farawo, Juru Bicara Taman Nasional Hwange, pada hari Senin (19/12).
Trevor Lane, Direktur The Bhejane Trust (sebuah kelompok konservasi yang membantu badan pertamanan Zimbabwe), mengatakan organisasinya telah memompa 1,5 juta liter air ke dalam lubang air Hwange setiap hari dari lebih dari 50 lubang bor yang dikelolanya melalui kemitraan dengan dinas pertamanan. Taman seluas 14.500 kilometer persegi (5.600 mil persegi), yang tidak memiliki sungai besar yang mengalir melaluinya, memiliki lebih dari 100 lubang bor bertenaga surya yang memompa air untuk hewan.
Para pelestari lingkunan mengatakan setiap usaha menyelamatkan gajah bukan hanya demi kepentingan hewan itu sendiri. Gajah itu adalah sekutu utama manusia dalam memerangi perubahan iklim melalui ekosistem dengan menyebarkan vegetasi melalui kotoran yang mengandung benih tanaman, sehingga hutan dapat menyebar, beregenerasi, dan tumbuh subur. Pepohonan menyedot karbondioksida yang menyebabkan pemanasan global dari atmosfer.
“Mereka mempunyai peran yang jauh lebih besar dibandingkan manusia dalam reboisasi. Itulah salah satu alasan kami berjuang untuk menjaga gajah tetap hidup,” kata Lane.