Jakarta – Pemerintah Indonesia kembali memberikan insentif bagi kendaraan listrik. Paling baru, wujudnya penghapusan pajak hingga bea masuk bagi mobil listrik impor utuh alias CBU (Completely Built-Up).
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomarves), Rachmat Kaimuddin mengatakan, penghapusan pajak hingga bea masuk untuk mobil listrik CBU berlaku sampai akhir 2025.
“Bagi yang hendak berkomitmen membuat pabrik di Indonesia, kita akan berikan keringanan waktu dua tahun sampai akhir 2025, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan bea masuknya kami berikan nol persen, tapi, PPN-nya masih 11 persen supaya jadi pembeda dengan yang di dalam dan yang belum,” ucap Rachmat, Minggu (17/12).
Maka, pabrikan otomotif global yang mau membangun pabrik mobil listrik di tanah air masih diizinkan untuk mengimpor kendaraannya hingga akhir 2025. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Listrik.
Rachmat menekankan, pabrikan otomotif kemudian harus memproduksi kendaraan di dalam negeri dengan jumlah yang sama dengan kendaraan yang mereka impor hingga 2027. Bila jumlah yang telah ditentukan tidak tercapai, akan dikenakan sanksi sebesar nilai yang setara dengan insentif yang diberikan.
“Jadi, kalau mereka impor misalnya seribu unit sampai 2025, mereka harus produksi seribu juga di 2027. Kalau kurang mereka harus bayar, dikenakan sanksi sebesar insentif yang kita berikan. Jadi, tidak bisa main-main pura-pura memproduksi padahal tidak,” Rachmat menjelaskan.
Selain itu, diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 1 persen juga tidak akan berlaku bagi produk CBU. Pasalnya, produk tersebut tidak memiliki syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sesuai dengan Perpres.
Rachmat menyebut bahwa para produsen tidak hanya dapat membuat pabriknya sendiri, namun, juga diperbolehkan untuk menggandeng fasilitas perakitan lokal untuk memproduksi mobil listrik.
“Sebenarnya pada prinsipnya harus TKDN 40 persen, jadi apakah bikin pabrik atau apakah dia bisa kerjasama, selama itu cukup TKDN, maka tenaga kerja terbangun di domestik,” tuturnya.